Aku membuka email dari teman kelas yang menganjurkan untuk mengenakan batik pada jam aktif perkuliahan. Mereka mengatakan “ demi rasa nasionalisme kita” dan itu membuatku tersenyum.
Siapa sih yang kenal batik Jogja, kemasyhurannya hampir sama dengan kemasyhuran negeri ini, karena batik sudah merupakan khas dan khazanah Indonesia yang tidak bias dipisahkan dari citra Indonesia itu sendiri. Batik dan Indonesia sudah menjadi satu kesatuan yang singkron dan saling menguatkan. Terlihat dari berbagai macam ragam corak batik itu sudah menggambarkan bagaimana kayanya Indonesia akan berbagai macam ragam dan corak budaya.
Oh..Indonesiaku..
Dari itu untuk melestarikan keindahan citra budaya Indonesia, Pemerintah menetapkan hari batik Nasional yang jatuhnya tepat pada hari 2 Oktober yang berdekatan dengan hari kesaktian pancasila. Untuk memperingati hari batik nasional pemkot DIY menghimbau kepada seluruh masyarakatnya untuk mengenakan batik selama tiga hari berturut.
Na,.. kasian yang gak punya batik kan…?...
Hari gini gak punya batik,..? apa kata dunia…!!!
Pun demikian dengan teman-teman kelasku, untuk membuktikan rasa nasionalisme yang tinggi semua penghuni kelas di teror, baik melalui ponsel maupun email agar mengenakan batik pada jam kuliah selama tiga hari berturut.
ck,..ck,..ck..piye iki..?! :p
Terlihat jelas tiga hari berturut (kamis, jum’atdan sabtu) kota Jogja menjadi kota batik. Jogja membatik disana sini terlihat batik. Sekarang batik bukan hanya ada di etalase butik ataupun hanya tertumpuk di pasar Bringharjo, tapi kini batik telah menebar kenama arah angin meniupnya.
Tiga hari itu pemandangan kota Jogja berubah batik. Di sekolah-sekolah, di stasiun, di perkantoran semua berbatik. Yang tua, muda, anak-anak semua berbatik. Guru, pegawai, pelajar, tukang becak, petugas kebersihan, loper koran juga berbatik. Dan yang membuatku semakin kagum pemulung pun ikut berbatik. Seakan-akan bola matakupun tiga hari itu telah terukir batik. Aku melihat ke kiri, kana, atas, bawah semua bermotif batik.
Batik sudah merakyat. Tak peduli mereka pejabat maupun yang melarat semua berhak mengenakan batik. Batik menyatukan hati rakyat, batik menyimpul hati masyarakat. Batik menyatukan visi, semangat dan gelora nasionalisme bangsa.
Dalam kekagumanku. aku pun berfikir. “ Mengapa pemerintah begitu mengagung-agungkan batik dan mengapa hanya batik yang menjadi simbol khazanah negeri ini. Bukankah begitu banyak kostum budaya anak negeri yang layak untuk di banggakan dan ditampilkan..?”
Semakin ku berfikir rasa kecemburuan dan kesenjangan itu muncul begitu saja.
“ Mengapa batik, mengapa tidak songket, mengapa tidak kebaya, atau mengapa tidak koteka,..?”
Akhirnya aku membalas email temanku dengan mengatakan,.. “ Semoga pesan ini tidak menimbulkan SARA..!
Selasa, 06 Oktober 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar